Rabu, 16 April 2014

BTC Gratis


Langkah langkah sukses untuk mendapatkan BitCoin (BTC) :
1. Anda harus mempunyai wallet untuk menyimpan BTC yang anda dapatkan, buat di sini klik https://blockchain.info/wallet/new ( harga 1 BTC untuk saat ini Rp 9.040.000/1 BTC), selanjutnya klik link konfirmasi yang masuk ke email yang anda daftarkan tadi, selanjut nya login ke wallet yang baru saja di buat tadi,.,di situ ada Address Bitcoin (BTC) anda yang bentuknya seperti ini 16YasThjunckDtwyjkz5ceQGvqUXuaCD8u yang nantinya di gunakan untuk mengirim atau menerima Bitcoin,Nextttt--->>>>>
2. setelah wallet anda di buat.,silahkan mencari BTC di sini, daftar http://freebitco.in/?r=339027 . isi sebelah kiri new user, Your Bitcoin Addres di isi Addres BTC Anda tadi yang bentuknya seperti ini 16YasThjunckDtwyjkz5ceQGvqUXuaCD8u  setelah pendaftaran selesai silahkan login,,.,ada captha yang berbentuk Angka.,silahkan di masukkan di kotak kosong bawahnya, terus Klik Roll.,maka BTC anda akan bertambah,.lakukan setiap 1 jam sekali , maka BitCoin anda per 1 jamnya akan bertambah

Senin, 14 April 2014

Monumen Pahlawan Revolusi



Monumen Pahlawan Revolusi




Monumen Pancasila Sakti dibangun atas gagasan Presiden ke-2 Indonesia,Soeharto. Dibangun di atas tanah seluas 14,6 hektar. Monumen ini dibangun dengan tujuan mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis.

Keenam pahlawan revolusi tersebut adalah:

Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,

Mayjen TNI R. Suprapto

Mayjen TNI M.T. Haryono

Mayjen TNI Siswondo Parman

Brigjen TNI DI Panjaitan

Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Monumen yang terletak di daerah Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur ini, berisikan bermacam-macam hal dari masa pemberontakan G30S - PKI, seperti pakaian asli para Pahlawan Revolusi.

1 Sejarah Dibangunnya Monumen Pancasila Sakti

2 Kompleks Monumen

2.1 Museum Pengkhianatan PKI (Komunis)

2.2 Sumur Maut

2.3 Rumah Penyiksaan

2.4 Pos Komando

2.5 Dapur Umum

2.6 Museum Paseban

3 Pranala luar

Sejarah Dibangunnya Monumen Pancasila Sakti

Monumen ini dibangun di atas lahan seluas 9 Hektar, atas prakarsa Presiden ke-2 RI, Soeharto. Dibangun untuk mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis.

Monumen ini terletak Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Di sebelah selatan terdapat markas besar Tentara Nasional Indonesia, Cilangkap, sebelah utara adalah Bandar Udara Halim Perdanakusuma, sedangkan sebelah timur adalah Pasar Pondok Gede, dan sebelah barat, Taman Mini Indonesia Indah.

Sebelum menjadi sebuah museum sejarah, tempat ini merupakan tanah atau kebun kosong yang dijadikan sebagai tempat pembuangan terakhir para korban Gerakan 30 September 1965 (G30S).

Di kawasan kebun kosong itu terdapat sebuah lubang sumur tua sedalam 12 meter yang digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S. Sumur tua itu berdiameter 75 Cm.

Kompleks Monumen

Monumen ini berdiri di atas lahan seluas 9 Hektar dan tediri dari beberapa tempat yang bersejarah Museum Pengkhianatan PKI (Komunis), Sumur Tua tempat membuang jenazah 7 Pahlawan Revolusi, Rumah Penyiksaan, Pos Komando, Dapur Umum, Mobil-Mobil tua peninggalan Pahlawan Revolusi dan Museum Paseban.

Museum Pengkhianatan PKI (Komunis)

Museum Pengkhianatan PKI menceritakan sejarah pemberontakan-pemberontakan PKI yang bertujuan menggantikan dasar negara Pancasila dengan komunis yang bertentangan dengan Pancasila, sampai pada pemberontakan kedua yang terkenal dengan nama Gerakan Tiga Puluh September atau G-30-S/PKI, diawal pintu masuk kita akan disambut dengan beberapa koleksi foto Pemberontakan PKI, Pengangkatan Jenazah 7 Pahlawan revolusi, dan beberapa diorama yang menceritakan tentang Pemberontakan PKI di berbagai 
Daerah di Indonesia.

Sumur Maut

Sumur Tua ini adalah tempat membuang 7 Pahlawan Revolusi: - Jend. Anumerta Ahmad Yani - Mayjen. Anumerta Donald Isaaccus Panjaitan - Letjen. Anumerta M.T. Haryono - Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean - Letjen. Anumerta Siswandono Parman - Letjen. Anumerta Suprapto - Mayjen. Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Jenazah ke-7 pahlawan itu ditemukan di sebuah sumur tua yang sekarang dinamai Lubang Buaya , di daerah Lubang Buaya , dekat lapangan terbang Halim Perdanakusumah, Jakarta. Sedangkan jenazah Brigjen Katamso Dharmakusumo dan Kol. Sugiyono Mangunwiyoto ditemukan di Desa Kentungan, Yogyakarta. Selain itu, gugur pula AIP II Brimob Karel Sasuit Tubun dan Ade Irma Suryani Nasution, putri dari Jend. A.H: Nasution.

Rumah Penyiksaan

Rumah Penyiksaan adalah tempat para Pahlawan Revolusi disiksa untuk menandatangani surat pernyataan untuk mendukung komunisme di Indonesia, mereka disiksa seblum akhirnya dibunuh, ditempat ini ditampilkan diorama penyiksaan 7 pahlawan Revolusi beserta kisah dimulainya Pemberontakan PKI, dahulu tempat ini merupakan sebuah sekolah rakyat atau sekarang lebih dikenal SD dan dialih fungsikan oleh PKI sebagai tempat penyiksaan kejam para Pahlawan Revolusi.

Pos Komando

Tempat ini adalah milik seorang penduduk RW 02 Lubang Buaya bernama Haji Sueb. Tampat ini dipakai oleh pimpinanG/30S/PKI yaitu Letkol Untung dalam rangka perencanaan Penculikan terhadap 7 Pahlawan Revolusi, didalamnya masih ada barang-barang asli yang menjadi saksi bisu kekejaman PKI seperti : 3 buah Petromaks, Mesin Jahit, dan Lemari Kaca.

Dapur Umum

Tempat ini sebenarnya sebuah rumah yang dialihfungsikan oleh PKI sebagai dapur Umum, rumah yang statusnya milik Ibu Amroh ini dipakai sebagai tempat sarana konsumsi anggota G30S/PKI, oleh karaena itu Ibu Amroh yang sehari-harinya berjualan Pakaian keliling meninggalkan rumah dalam keadaan tidak terkunci dan diperintahkan oleh para anggota PKIuntuk meninggalkan rumahnya dalam keadaan terkunci, tetapi saat kembali ternyata rumahnya sudah dalam keadaan berantakan, hanpir semua benda di rumah tersebut menghilang.

Museum Paseban

Museum Paseban yang terletak di Kompleks Monumen Pahlawan Revolusi ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Oktober 1981 bertepatan dengan Dwi Wndu Hari Kesaktian Pancasila, didalam ruangan ini terdapat beberapa diorama sebagai berikut:

Rapat-Rapat Persiapan Pemberontakan (September 1965)

Latihan sukarelawan di Lubang Buaya (5 Juli-30 September 1965)

Penculikan Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani (1 Oktober 1965)

Penganiayaan di Lubang Buaya (1 Oktober 1965)

Pengamanan Lanuma Halim Perdanakusuma (2 Oktober 1965)

Pengangkatan Jenazah Pahlawan Revolusi (4 Oktober 1965)

Proses lahirnya Supersemar (11 Maret 1966)

Pelantikan Jenderal Soeharto sebagai Presiden (12 Maret 1967)

Tindak Lanjut Pelarangan PKI (26 Juni 1982)

Usaha terhadap Pemerintah RI dan mengganti dasar negara Pancasila telah dua kali dijalankan, yang pertama pada tahun 1948, dikenal sebagai pemberontakan PKI Muso di Madiun dan yang kedua ialah pemberontakan G 30 S PKI dalam bulan September 1965. Selain itu tempat ini juga terdapat Foto ke 7 Pahlawan Revolusi, yang ukuran foto tersebut sudah diperbesar dari aslinya.

Dan adanya Ruang Relik yang merupakan tempat dipamerkannya barang-barang, terutama pakaian yang mereka kenakan ketika mereka d culik, di siksa, sampai akhirnya di bunuh, berikut dengan hasil visum dari dokter. Selain itu terdapat pulaAqualungsebuah alat bantu pernapasan yang digunakan untuk mengangkat jenazah 7 Pahlawan Revolusi dari dalam sumur tua.

Selain itu terdapat pula Ruang Teater yang memutar rekaman bersejarah pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi, Pemakaman ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan lain-lain, masa putar rekaman ini kurang lebih 30 menit.

Dan terdapat Ruang pameran Foto yang menyajikan foto-foto pengangkatan Jenazah Pahlawan Revolusi dan pemakamannya di Taman Makam Pahlawan Kalibata.


rd-s? �n:�� @� bkit-text-stroke-width: 0px; display: inline !important; float: none;">Tempat ini sebenarnya sebuah rumah yang dialihfungsikan oleh PKI sebagai dapur Umum, rumah yang statusnya milik Ibu Amroh ini dipakai sebagai tempat sarana konsumsi anggota G30S/PKI, oleh karaena itu Ibu Amroh yang sehari-harinya berjualan Pakaian keliling meninggalkan rumah dalam keadaan tidak terkunci dan diperintahkan oleh para anggota PKIuntuk meninggalkan rumahnya dalam keadaan terkunci, tetapi saat kembali ternyata rumahnya sudah dalam keadaan berantakan, hanpir semua benda di rumah tersebut menghilang.

Museum Paseban

Museum Paseban yang terletak di Kompleks Monumen Pahlawan Revolusi ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Oktober 1981 bertepatan dengan Dwi Wndu Hari Kesaktian Pancasila, didalam ruangan ini terdapat beberapa diorama sebagai berikut:

Rapat-Rapat Persiapan Pemberontakan (September 1965)

Latihan sukarelawan di Lubang Buaya (5 Juli-30 September 1965)

Penculikan Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani (1 Oktober 1965)

Penganiayaan di Lubang Buaya (1 Oktober 1965)

Pengamanan Lanuma Halim Perdanakusuma (2 Oktober 1965)

Pengangkatan Jenazah Pahlawan Revolusi (4 Oktober 1965)

Proses lahirnya Supersemar (11 Maret 1966)

Pelantikan Jenderal Soeharto sebagai Presiden (12 Maret 1967)

Tindak Lanjut Pelarangan PKI (26 Juni 1982)

Usaha terhadap Pemerintah RI dan mengganti dasar negara Pancasila telah dua kali dijalankan, yang pertama pada tahun 1948, dikenal sebagai pemberontakan PKI Muso di Madiun dan yang kedua ialah pemberontakan G 30 S PKI dalam bulan September 1965. Selain itu tempat ini juga terdapat Foto ke 7 Pahlawan Revolusi, yang ukuran foto tersebut sudah diperbesar dari aslinya.

Dan adanya Ruang Relik yang merupakan tempat dipamerkannya barang-barang, terutama pakaian yang mereka kenakan ketika mereka d culik, di siksa, sampai akhirnya di bunuh, berikut dengan hasil visum dari dokter. Selain itu terdapat pulaAqualungsebuah alat bantu pernapasan yang digunakan untuk mengangkat jenazah 7 Pahlawan Revolusi dari dalam sumur tua.

Selain itu terdapat pula Ruang Teater yang memutar rekaman bersejarah pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi, Pemakaman ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan lain-lain, masa putar rekaman ini kurang lebih 30 menit.

Dan terdapat Ruang pameran Foto yang menyajikan foto-foto pengangkatan Jenazah Pahlawan Revolusi dan pemakamannya di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Jumat, 11 April 2014

CERPEN II

KISAH MANIS YANG TERKENANG

Namaku Syla. Aku anak tunggal di keluargaku. Ayah dan Ibu sangat sayang kepadaku. Jika aku menginginkan sesuatu, pasti terpenuhi. Ayah dan Ibu selalu mengontrol apa saja kegiatan yang aku lakukan di luar rumah, seperti les piano, berlatih tennis, dan kegiatan lainnya. Kadang aku kesepian di rumah, kalau ayah dan ibu belum pulang dari kantornya. “Seperti ini tah rasanya tak punya saudara kandung, tak bisa curhat, bercanda, nonton film dan karaokean bareng?” gumamku.

Menjelang Pagi

Pagi pun datang, alarm sudah berbunyi. Aku membuka mata perlahan-lahan, mengambil alarm yang ada di meja, samping tempat tidur, dan aku langsung menghentikannya. Walau mataku belum sepenuhnya terbuka, tapi aku segera bergegas ke kamar mandi. Kuambil handuk yang berwarna kuning dari dinding samping kamar mandi, lalu kurasakan dinginnya air yang mengalir di tubuhku, membangunkan jiwa ragaku. Makanya aku langsung membuka mata selebar mungkin. Setelah mandi dan Shalat Shubuh, aku langsung bersiap memakai pakaian seragam sekolahku. Sambil memasang ikat pinggang, kubuka tirai jendela kamarku yang berbalut warna biru muda itu. Kubuka jendela kamar, dan ku hirup udara segar di pagi hari, benar-benar menyejukkan dan menyehatkan. Aku kembali ke cermin, berdandan, memakai kerudung warna putih, dan bros pink yang aku jepitkan pada dada kiriku. Tak lupa aku memakai jam tangan dan kacamata berbalut warna cokelat yang tergeletak di meja ungu samping tempat tidurku.

Aku segera mengambil tas dan memakai sepatu. Aku keluar dari kamar, buru-buru menuruni anak tangga. Di bawah, ibuku yang memakai baju kantor dan berkerudung itu sudah menyiapkan sarapan pagi di meja makan. Kulihat ayah dan ibu sedang sarapan bersama. “Selamat Pagi!” sapaku pada Ayah dan Ibu. “Pagi anak Ibu yang cantik,” jawab Ibu sambil tersenyum manis. “Hari ini kami pulang agak sore ya, Nak!” kata Ayah. “Iya cantik, maaf ya.. kamu gapapa kan sendirian di rumah?” sambung Ibu. “Tidak apa-apa kok Bu! hehe” jawabku. Lalu aku duduk di kursi, mengambil roti dan memilih selai cokelat untuk memanjakan mulutku di pagi ini. Sesudah sarapan, aku berpamitan kepada Ayah dan Ibu. “Ibu, Ayah, aku berangkat dulu ya.. Assalamu’alaikum.” sambil mencium tangan Ayah dan Ibu. “Wa’alaikumsalam warahmatullah, hati hati ya, Nak” jawab Ayah dan Ibu serentak. Karena jalan ke sekolahku dan kantor mereka tidak searah, aku berangkat sendiri ke sekolah, tidak diantar Ayah & Ibu. Tapi aku pernah diantar oleh ayah, saat ayah sedang libur. Aku membuka pintu, lalu keluar, kudorong gerbang berwarna cokelat emas yang ada di halaman rumahku. Aku segera mencari taksi untuk mempermudah transportasi ke sekolah
.

Pulang Sekolah

Aku pulang sekolah menjelang Maghrib. Aku turun dari mobil temanku, Salsha. “Pak. Aji & Salsha, makasih udah nganterin Syla pulang ke rumah” ucapku. “sama –sama Syla, kami langsung pulang ya, Assalamu’alaikum!” jawab Pak. Aji ayah Salsha. “Hati hati Pak.. Wa’alaikum salam warahmatullah” Aku langsung membuka gerbang, dan memasuki rumah. Kunaiki satu persatu anak tangga menuju kamar. Kubuka pintu kamar dan bruuk !! Aku langsung telentang di tempat tidurku. Sekitar 5 menit, aku lepas kerudungku dan bros pink nya. Selanjutnya aku pergi ke kamar mandi. Setelah mandi, Shalat Maghrib dan mengaji tubuhku terasa segar sekali. Tapi kok tiba-tiba aku ingin mendengarkan radio, tidak tahu kenapa. Aku mendengarkan Radio di HP-ku. Aku tak peduli itu stasiun apa, yang jelas aku ingin sekali mendengarkan radio. Baru ku buka, si penyiar radio di stasiun tersebut memutarkan sebuah lagu, itu lagu slow, enak didengerin deh pokoknya. Setelah selesai diputar, si penyiar itu berkata “Oke, buat para Greysonators dimanapun berada. Tadi itu lagu yang tak asing lagi buat kalian, yaitu dari GREYSON CHANCE - Home Is In Your Eyes atau biasa disebut HIIYE”. Waaw, artis itu suaranya keren sekali, aku baru tau itu artis. Waaa, good good good. Ya Allah indah sekali deh pokoknya. Aku jadi pengen liat profil artis itu. Pasti ganteng dan keren, huahaha. Besok hari Minggu, hari libur sekolah. Mungkin besok adalah saat yang tepat buat cari tahu artis itu. “Yang penting sekarang aku Shalat Isya’ dulu dan tidur, baru deh besok melanjutkan pencarian” kataku lirih. Aku membersihkan badan di kamar mandi. Setelah membersihkan badan di kamar mandi aku bergegas untuk tidur. Suara gerbang terdengar diselingi suara mobil. “Pasti itu ayah dan ibu” ucapku. Huh, aku menarik selimutku dan mematikan lampu kamar. #It’s time to sleep

Pagi Hari Sekitar Jam 8

Akhirnya waktu yang ditunggu tunggu. Aww, kucari profil lengkap juga fotonya. Aku senyum-senyum sendiri ketika melihat foto Greyson Chance. Memang benar dugaanku, dia ganteng dan keren. Dia penyanyi dari Amerika Serikat, dan hebatnya lagi dia bisa berbahasa Indonesia ya walaupun belum selancar orang Indonesia {ya iyalah}. Dia beragama Kristen, memang sih umumnya artis luar itu beragama non Islam. Ku unduh semua foto dan lagunya ke laptop. Hm, mungkin sekarang aku udah jadi GREYSONATOR.


Beberapa Minggu Kemudian

Hari ini hari Kamis, tanggal merah yang artinya sekolah libur. Hampir seminggu sekali aku menulis pengalamanku tentang Greyson di jejaring sosial blog. Setiap orang di negara manapun bisa melihat catatan yang aku tulis di blog, karena aku ingin berbagi pengalaman dengan every people. Hari ini, aku menulis catatan di blog. Setelah aku lihat pemberitahuan, ada seseorang yang membaca blog aku. Dia mengomentari “Waw, it’s a amazing. I agree with you”. Aku sengaja setiap mencatat di blog menggunakan dua bahasa, yaitu Bhs. Indonesia dan Inggris. Jadi memudahkan siapapun untuk membacanya. Aku berfikir, pasti itu orang luar yang baca blog aku. Eh, ternyata benar. Tapi, dikomentar dia, tidak tercantum nama pengirim. Jadi aku balas “Thanks, someone. BTW what’s your name?”. 3 menit kemudian dia juga membalas “You’re welcome Syla. My name? Mm, Greyson Chance”. Hah, gimana ya? tuh orang ngaku-ngaku aja. Ga berpendidikan, mana mungkin Greyson baca blog aku. “Hey you, really? But, I can’t beleive.” balasku. Tapi, kalo memang benar?? Aneh, pasti ini Cuma rekayasa dia aja. Hm, dia balas “I really, I’m Greyson Michael Chance !! You need evidence?? I can Syla, wait me”. Jiaa, dia pengin aku percaya sama omongannya. Dia berani sekali untuk membuktikan yang sebenarnya. “Ok someone, I’m waiting” jawabku lagi.

Tak lama kemudian, ternyata dia ngirim semacam video ke aku. Dan itu ......., memang Greyson Chance yang lagi mengatakan sesuatu ke aku. Aku merasa bersalah sama dia. Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini. Lalu dia menyambung percakapan “You can beleive?”. Aku menjawab “I can, I’m sorry Grey. I feel guilty”. Kayaknya Greyson marah sama aku deh, huhuhu. Dia Cuma balas “Ok, no problem. Bye”. Dia memutus pembicaraan begitu saja. Okelah tidak apa-apa. Ini pengalaman yang tak terlupakan bagi aku. Walau terlihat sekilas.

-- THE END --



CERPEN I

Hari Ulang Tahun Seseorang

Hari ini, aku berada di kebun belakang sebuah rumah mewah. Mungkin karena tergesa, atau sisa mabuk semalam, aku tak ingat mengapa pada siang hari seperti ini aku sudah duduk dengan kikuk pada bangku lipat berwarna merah tua. Sepasang kakiku mengenakan sepatu kulit cokelat muda, dan celana hampir senada. Di atas kemeja putih yang kupakai, seseorang atau mungkin aku yang tak sadar tadi pagi, terdapat sweater yang didominasi warna putih tetapi dengan motif kotak-kotak cokelat tua. Seperti sweater yang dulu pernah dihadiahkan untukku dari seseorang teman yang habis jalan-jalan ke luar negeri. Entah Eropa atau Amerika. Rasanya aku mulai susah sekali mengingat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupku. Jangankan yang dulu-dulu, siang ini juga aku tak mengerti mengapa aku berada di kebun belakang sambil duduk dengan kikuk pada bangku lipat merah tua.

Dalam kebingungan, aku mencoba memraktikkan apa yang disebut sebagai ilmu pengamatan lingkungan. Aku melihat ke segala arah, apa yang ada di sana, apa yang tengah terjadi, dan beberapa orang yang lalu lalang di kebun belakang ini. Perlahan aku mulai mengerti bahwa di kebun belakang ini tengah disiapkan sebuah pesta. Di beberapa bagian kebun telah ditata makanan di atas meja-meja panjang. Pada bagian belakang ada beberapa lampu dan pengeras suara. Di dekat kolam renang, ada sebuah panggung kecil dengan latar belakang papan yang dihiasi dengan gambar-gambar dan juga tulisan “Selamat Ulang Tahun” yang menandakan bahwa pesta di kebun belakang ini adalah pesta ulang tahun. Jadi, aku berada di sini sebagai tamu undangan pesta ulang tahun seseorang. Pertanyaannya, siapakah yang berulang tahun itu, apakah dia punya hubungan denganku, atau yang paling penting adalah siapa yang telah membawaku ke sini? Semua pertanyaan itu harus segera dijawab sebelum tempat ini mulai ramai. Paling tidak agar aku bisa menyesuaikan diri dan membaur dengan para tamu undangan lainnya.

Mungkin, seseorang dari tamu itu akan menanyakan pertanyaan yang sama dengan pertanyaanku tadi. Semisal apa hubunganku dengan orang yang berulangtahun. Atau bisa lebih detail lagi seperti menanyakan kapan pertama kali berjumpa atau dalam kesempatan apa aku pernah bertemu dengan dia. Ini yang harus segera aku temukan jawabannya. Maka aku putuskan untuk bangkit dari dudukku. Yang kutuju adalah bagian belakang rumah di seberang kolam renang yang tengah ditebari bola berwarna-warni. Mungkin supaya kelihatan semakin semarak pesta kebun itu. Belum lama aku berjalan, seseorang segera menggamit lenganku.

“Mau ke mana, Pak?”

Aku segera menoleh padanya, seorang perempuan dengan senyum yang manis. Rambutnya hitam legam dan wangi. Matanya mengingatkan aku pada seseorang yang sudah lama sekali berada dalam pikiranku.

“Ranti?”

Tiba-tiba saja aku bisa mengingat nama seseorang yang baru saja berkelebat dalam benakku setelah aku melihat matanya.

“Bukan, Pak. Aku Dewi, putrinya.”

Putrinya? Kenapa selama ini dia tidak pernah bercerita jika sudah punya anak? Dia menikah dengan siapa? Dalam hati aku merutuk karena di siang hari yang tidak terik dan dipenuhi beraneka warna di kebun belakang ini aku justru dibekap dengan beragam pertanyaan yang memintaku untuk bisa segera mendapatkan jawabannya.

Setelah mengatur nafas, aku memberi isyarat padanya untuk ikut bersamaku kembali ke jajaran bangku lipat merah tua itu. Dia mengangguk dan seperti seorang anak yang baik, dia menggamit lenganku dan membimbingku ke sana.

“Kalau boleh aku tahu, siapa yang membawaku ke mari?” Ini sebenarnya bukan pertanyaan pertama yang harus aku temukan jawabannya dari deretan pertanyaan yang aku punya, tapi ini akan memberiku banyak lubang cahaya pada kegelapan yang menyelimuti pikiranku.
Namun aku heran, mengapa dia tersenyum mendengar pertanyaanku itu. Sepertinya pertanyaanku adalah sebuah lelucon.

“Bapak. Tadi pagi, bapak itu bangun sangat pagi. Lalu mandi dan berpakaian rapi. Dan karena Bapak bilang bahwa hari ini Bapak harus menghadiri pesta ulang tahun Ibu, maka Bapak sama Mas Sasongko, dibawa ke sini.”

“Sebentar. Sebentar. Ibu siapa yang berulangtahun?” Itu pertanyaan pertama dalam daftar pertanyaanku, hanya sudah diberi panduan bahwa yang berulangtahun itu adalah seorang perempuan. Yang disebut Ibu olehnya.

“Ibu Miranti. Ibu saya.”

Miranti? Nah, kebetulan! Aku bisa tanyakan padanya sekarang apa hubunganku dengan yang berulangtahun itu. Lalu di mana dia?

“Ibu sudah lama meninggal. Lima tahun yang lalu. Bapak lupa? Ah. Pasti Bapak mulai pikun.” Dia bercerita dengan datar, tadinya, tapi lama-lama mukanya berubah ceria. Lalu dia berkata lagi, “Bapak tahu, Mas Sasongko sering bilang pada saya, bahwa dia ingin sekali seperti Bapak. Meskipun Ibu sudah lama meninggal, cinta Bapak terhadap Ibu tetap menyala. Buktinya, sepanjang lima tahun ini, Bapak tidak pernah putus menggelar perayaan ulang tahun Ibu!”

Jadi? Miranti adalah istriku dan Dewi yang tengah berbicara padaku adalah anakku? Mengapa aku bisa lupa semua ini dalam waktu semalam saja? Apa yang terjadi semalam denganku? Lagi. Semakin banyak pertanyaan masuk ke dalam pikiranku. Tapi aku tak mau seperti tadi, berusaha mencari jawabannya dengan segera. Aku memutuskan untuk tidak merusak hari ulang tahun seseorang dengan membuka rahasia bahwa aku sudah mulai lupa pada segala sesuatu yang terjadi dalam hidupku. Aku kembali memraktikkan ilmu pengamatan lingkungan dengan memandang panggung kecil di seberang kolam renang. Tapi cahaya matahari yang memantul dari permukaan air membuat mataku terasa sangat silau, dan tiba-tiba membuat air mataku jatuh.

Dewi segera mengeluarkan tisu dari tasnya lalu mengusap pipi dan kelopak mataku, sambil berujar, ”Ibu pasti bahagia di sana melihat Bapak masih mencintainya dengan sangat.”

Lagi-lagi dia tersenyum memandangku.


CERPEN

Dunia di Kepala Kakek
Kakek pernah bercerita bahwa dunia diletakkan di atas seekor mahluk serupa kura-kura. “Tapi,”tegasnya kakek lagi,”Jangan pernah membayangkan dia seperti kura-kura biasa. Dia bertaring panjang seperti seekor singa laut, kaki-kakinya sangat mirip dengan kaki burung, karena itu dunia bergerak dengan cepat. Siang berganti malam hanya dalam hitungan bukan hari, minggu, atau bulan.”

Aku mengingat sebuah gambar tua. Seorang lelaki bernama Atlas memanggul bola dunia di atas bahunya yang kekar.  Pernyataan kakek ingin aku tentang berdasarkan gambaran yang terlintas di kepalaku itu. Tapi dia adalah kakekku. Tak seorang pun bisa membantah perkataannya. Dia bekas tentara. Sering sekali dia menceritakan bagaimana suasana di medan perang kemerdekaan. Tentu saja dengan gaya bicara yang berapi-api agar kami yang terpaksa mendengarkan (karena kakek sudah sering menceritakannya) turut merasakan semangat tempurnya ketika menembaki musuh.

“Kau tahu, di ekor mahluk yang seperti kura-kura itu, ada wajah yang sangat sayu.” Tambahnya lagi. “Wajah?” Aku heran mendengarnya, dan kepadanya aku tanyakan, “Apakah berarti mahluk itu punya dua kepala atau dua muka?” Kakek tertawa terkekeh. “Bukan. Bukan seperti itu. Itu hanya gambaran imajinatif tentang kenangan. Wajah itu milik seorang dewi. Tepatnya Dewi Kesuburan. Karena dunia ini dimulai dengan kesuburan pepohonan dan tetumbuhan.”

Aku masih tidak paham, bagaimana mungkin wajah seorang dewi berada pada ekor mahluk seperti kura-kura itu, tapi aku malas untuk mendebat ucapan kakekku. Kepalaku manggut-manggut saja seolah mengerti perkataannya. Mata kakek menatap tajam kepadaku. “Kau pasti tidak mengerti apa yang aku katakan, bukan?”

“Baiklah, akan aku ceritakan bagaimana sebenarnya kejadiannya. Ketika Tuhan telah menciptakan dunia ini. Tuhan ingin semuanya teratur dan dalam pengawasannya. Maka dipanggillah mahluk-mahluk yang telah diciptakan sebelum tumbuhan, hewan, dan manusia. Mahluk yang berukuran sangat besar dan tinggal dalam kegelapan luar angkasa. Tentu saja tak seorang pun bisa melihatnya karena mereka tersembunyi dan juga tak kasat mata. Dan datanglah mereka, ada empat mahluk yang mendengar permintaan Tuhan, dua mahluk yang mirip manusia, tetapi punya sifat yang bertolak belakang. Yang satu suka dengan kegembiraan, di pundaknya ada binatang mirip singa tetapi selalu tertawa. Yang satu lagi sangat suka dengan kekerasan, kekejaman, dan kemarahan. Di dekat dadanya ada seekor binatang mirip seekor naga. Ketika Tuhan meminta salah satu dari mereka untuk membawa dunia ini, mereka segera berulah. Yang membawa singa tertawa terbahak-bahak dan mengatakan permintaan Tuhan itu sangat mustahil dilakukan. Yang membawa naga bersungut-sungut dan mengatakan permintaan Tuhan itu lebih berat dari tugasnya yang menghasut manusia untuk berbuat jahat.”

“Aku tahu satu mahluk lainnya adalah kura-kura itu. Benar ‘kan, Kek?” Aku memotong pembicaraan kakek agar ceritanya tentang dunia yang diangkut kura-kura ini segera berakhir. Lagi-lagi kakek menatapku tajam. Rupanya dia tidak senang disela begitu rupa.
“Kalau kau tak mau mendengarkan. Baiklah. Pergilah kau bermain!” Tukasnya.

Mendengar nada bicaranya yang meninggi, aku tentu saja tidak ingin mengecewakannya. Lagi pula, malam-malam begini, mana mungkin aku pergi ke luar rumah dan bermain-main? Maka kupasang tampang memelas agar Kakek mau melanjutkan ceritanya ini.

“Satu mahluk lainnya adalah seperti seorang perempuan. Dia berambut panjang dan suka sekali bersolek. Sepasang kakinya mirip dengan kaki naga yang ada di pundak Kemarahan. Dan yang paling mencengangkan adalah payudaranya yang jumlahnya sampai puluhan. Mahluk itulah yang banyak dikatakan orang sebagai Ibu Bumi. Dia tidak menyanggupi permintaan Tuhan karena tubuhnya lebih kecil dari yang lain. Lagipula, jika dia memanggul dunia ini, tentu tak ada waktu baginya untuk bersolek dan melihat wajahnya pada sebuah cermin yang selalu ada di tangannya.”

Sampai di sini, kakek kembali melihat padaku. Memperhatikan apakah aku kembali bosan mendengarkannya bercerita atau malah bersemangat. Nampaknya, aku mulai dirasuki imajinasi dalam cerita kakek. Aku menikmati apa yang digambarkan olehnya dalam cerita itu. Yang tak terbayang olehku adalah dari mana kakek mendapatkan cerita semacam ini. Cerita yang tak pernah kubaca di kitab-kitab suci. Melihat aku mulai tenang, kakek pun melanjutkan ceritanya,”Tinggallah mahluk yang seperti kura-kura itu. Melihat punggungnya yang kuat dan keras, Tuhan tanpa berkata lagi meletakkan dunia di atas punggung mahluk itu.”

“Jadi, begitu saja ceritanya?”
Aku memberanikan diri bertanya kembali karena kakek terdiam seolah cerita yang ingin disampaikannya sudah selesai.

“Ceritanya justru baru dimulai. Karena dunia diletakkan di atas punggung mahluk seperti kura-kura itu, maka terjadilah keributan dari tiga mahluk yang tadinya tidak mau membawa dunia itu. Mereka ternyata minta bagian dari tugas yang diberikan Tuhan. Akhirnya, Tuhan memberikan mereka tugas. Kegembiraan diminta memandu jalannya mahluk kura-kura, Kemarahan berjaga di belakang, agar dunia tidak oleng atau jatuh dari punggung mahluk kura-kura itu. Dan Ibu Bumi bertengger di ada dunia ini mengawasi jalannya dunia ini. Karena itu dalam hidup kita kita harus selalu mengutamakan kegembiraan dalam menjalani hari-hari. Kita boleh marah terhadap diri kita jika kita gagal. Dan kita harus selalu menjaga hidup kita agar segalanya bertumbuh, berbuah, dan berkembang. Bertumbuh cita-cita kita, berbuah segala apa yang kita perbuat, dan indah dilihat semua orang. Juga, kita harus selalu hati-hati dan waspada. Berjalan dengan penuh perhitungan, dan bisa menyiasati bahaya seperti kura-kura masuk dalam tempurungnya, dan tetaplah mengenangkan hal-hal yang subur. Hal-hal yang membuat kita selalu berpikiran positif.”

Kali ini aku manggut-manggut karena mengerti. Ternyata apa yang diceritakan kakek adalah sebuah nasehat yang sangat berharga meskipun dibungkus dengan cerita yang sangat aneh bagiku. Seulas senyum terkembang di bibirku. Cerita yang aneh tetapi punya pesan cerita yang bagus.

“Bagaimana dengan manusia, Kek? Apakah Kakek punya cerita tentang asal muasal manusia?” Aku penasaran.

“Hahaha. Kau tahu bahwa manusia turun ke dunia ini karena dikutuk, bukan? Baiklah aku ceritakan bahwa ketika manusia diturunkan ke dunia itu, dia terjun bebas sehingga mendarat di dunia ini dengan kepala di bawah dan kaki di atas.”

“Ha? Bagaimana bisa, Kek?”

“Tuhan sengaja membuatnya demikian. Agar manusia tidak sombong kepadaNya. Terlebih, agar manusia tahu bahwa jika dalam keadaan terjungkir seperti itu, maka dia merasa batas dari dirinya dan segala kenikmatan yang bisa diraihnya adalah kematian.”


Sabtu, 05 April 2014

Narrative Text

Pengertian Narrative Text
Teks naratif pada dasarnya adalah teks yang menceritakan tentang sesuatu hal yang tidak benar-benar terjadi melainkan hanya di karang oleh sipenulis(Writer). teks naratif bertujuan untuk menghibur, untuk mendapat dan mempertahankan perhatian pembaca / pendengar cerita. Teks naratif bertujuan juga untuk mendidik, memberitahu, menyampaikan refleksi tentang pengalaman pengarangnya, dan yang tak kurang pentingnya ialah untuk mengembangkan imajinasi pembaca / pendengar. Teks naratif umumnya bersifat imajiner, tetapi ada juga teks naratif yang bersifat faktual, yaitu menceritakan kejadian yang sesungguhnya.
Ciri-ciri Narrative Text
Ada beberapa jenis teks naratif yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari - hari, misalnya dongeng, legenda, cerita misteri, cerita horor, roman, dan cerita pendek.

Teks naratif terdiri dari tiga bagian utama: (1) Orientation yaitu bagian dimana pengarang melukiskan dunia untuk ceritanya, dibagian inilah diperkenalkan dimana dan kapan peristiwa terjadi serta para tokoh; (2) Complication yaitu bagian dimana tokoh utama menghadapi rintangan dalam mencapai cita - citanya, bagian dimana komplik mulai terjadi dan (3) Resolution yaitu bagian permasalahan yang dihadapi tokoh utama diselesaikan. Pada bagian ini mempunyai dua kecendrungan, yaitu mengakhiri cerita dengan kebahagiaan (happy ending) dan atau mengakhiri cerita dengan kesedihan (sad ending), tetapi ada juga teks naratif yang membiarkan pembaca/ pendengar menebak akhir cerita.

Dari sudut pandang fitur bahasa, teks naratif memiliki ciri khas antara lain sebagai berikut:

1. Partisipan yang specific dan sering individual

2. Banyak action verbs ( material processes), dan ada juga yang menggunakan verbal and mental processes.

3. Biasanya menggunakan Past tense.

4. Banyak menggunakan lingking Words yang berkenaan dengan waktu.

5 Sering memasukkan dialog, dan tense akan mungkin berubah.

6 Descriptive language digunakan untuk menciptkan imaji dibenak pembaca.

7 Dapat ditulis sebagai orang pertama (1), atau ketiga ( he, she, they ).
Contoh Narrative Text
Little Mantu lived in a village deep in the jungle
where elephants helped the men with their work.
These elephants were so big and strong. They could
lift up the heaviest logs with their trunks and toss
them high in the air.
Now, Mantu had an elephant of his very own. His
name was Opie. He was just a baby and Mantu loved
him very much. Mantu whispered to Opie’s ear that
someday he would become the biggest, strongest and
bravest elephant in the jungle. The other elephants
heard this. They began to laugh and made rude noises
with their trunks. “We’re so big and tall, but you’re
so small. You’re nothing at all,” said one of the big
elephants.
Mantu looked up at the huge elephant with a
mishievous glint in his eye. “You’re so tall and can
see far away. We can see what is happening down
here in the jungle. In fact, we would be the
��
rst to see
any slithering snakes that may be a danger. “After
hearing the word snakes, the elephants screeched
and off they gwents thundering in fright.
“Did I say there were snakes?” giggled Mantu. “No,
I don’t think so,” smiled Opie. Mantu then climbed upon
his little friend’s back and went home to the village to tell
everyone about the foolish elephants.