Jumat, 23 Maret 2012

PENDIDIKAN PRESPEKTIF RASIONALISME

Terbenamnya Akal Budi Obyektif dan Terbitnya Akal Budi Instrumentalis

Abstrak
Filsafat rasionalisme yang percaya pada akal budi mereka memandang dunia sebagai sumber kebenaran tentang hidup, dengan mengutamakan rasio untuk memperoleh sebuah pengetahuan dan kebenaran mengganggap pengalaman tidak mungkin dapat menguji kebenaran hukum “sebab-akibat”, karena dalam kenyataannya kejadian alam yang tak terhingga ini tidak mungkin dapat diobservasi. menarik diangkat kembali dalam upaya mencandra realitas pendidikan kita yang cenderung meninggalkan studi empirik dan terkesan “melangit”. Sehingga hanya mengajarkan pada peserta didik sebuah pengetahuan abstrak yang jauh dari kenyataan. Di sisi lain, terdapat juga yang terjebak memandang dunia hanya alam materealistik, sehingga menyebabkan manusia egois dan sombong serta teralineasi dari nilai-nilai kearifan. Padahal, dengan berbagai paradigma aliran realisme, baik itu realisme tradisional maupun realism kritis—semakin menyakinkan bahwa alam beserta isinya adalah sebuah misteri yang perlu didekati bukan tataran materialistik dan mekanistik belaka. Terdapat dunia lain yang tidak bisa ditangkap dengan kekuatan nalar dan harus kita yakini keberadaanya, dan terdapat perbedaan hakiki antara manusia dengan benda-benda yang dipelajari ilmu alam. Filsafat realisme dengan begitu sebenarnya mengajarkan bagaimana kita bisa belajar pada alam nyata dengan  konsep integralistik, sebuah cara pandang yang tidak memisahkan antara yang materi dan immateri, supaya menimbulkan harmoni antara manusia dengan Tuhan dan alam sekitarnya.

Keata Kunci: Realisme, Pendidikan dan Pengalaman Nyata.           

PENDIDIKAN PRESPEKTIF RASIONALISME


BELAJAR DI ALAM NYATA

Abstrak
Filsafat realisme yang memandang dunia sebagai sebuah fakta objektif, dengan penekanan pada pengalaman empirik dalam memperoleh sebuah pengetahuan, menarik diangkat kembali dalam upaya mencandra realitas pendidikan kita yang cenderung meninggalkan studi empirik dan terkesan “melangit”. Sehingga hanya mengajarkan pada peserta didik sebuah pengetahuan abstrak yang jauh dari kenyataan. Di sisi lain, terdapat juga yang terjebak memandang dunia hanya alam materealistik, sehingga menyebabkan manusia egois dan sombong serta teralineasi dari nilai-nilai kearifan. Padahal, dengan berbagai paradigma aliran realisme, baik itu realisme tradisional maupun realism kritis—semakin menyakinkan bahwa alam beserta isinya adalah sebuah misteri yang perlu didekati bukan tataran materialistik dan mekanistik belaka. Terdapat dunia lain yang tidak bisa ditangkap dengan kekuatan nalar dan harus kita yakini keberadaanya, dan terdapat perbedaan hakiki antara manusia dengan benda-benda yang dipelajari ilmu alam. Filsafat realisme dengan begitu sebenarnya mengajarkan bagaimana kita bisa belajar pada alam nyata dengan  konsep integralistik, sebuah cara pandang yang tidak memisahkan antara yang materi dan immateri, supaya menimbulkan harmoni antara manusia dengan Tuhan dan alam sekitarnya.

Keata Kunci: Realisme, Pendidikan dan Pengalaman Nyata.            

KEBENARAN, PENALARAN, DAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF IDEALISME

PENDAHULUAN
Filsafat dan filosof berasal dari kata Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup iku menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh factor-faktor lain seperti latar belakangpribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Ajaran filsafat yang berbada-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran filsafat. Aliran Idealisme/Spritualisme, yang mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia.
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan, khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar tidak ketinggalan perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas. Di sinilah perlunya konstruksi filosofis yang mampu melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai keberhasilan substantif.