TEOLOGI ISLAM
Dalam Islamic Studies atau Dirasat Islamiyah, ilmu kalam (`ilm al-kalâm) termasuk kajian yang pokok dan sentral. Ilmu ini termasuk rumpun ilmu ushuluddin (dasar-dasar atau sumber-sumber pokok agama). Begitu sentralnya kedudukan ilmu kalam dalam Dirasat Islamiyah sehingga ia menawari, mengarahkan sampai batas-batas tertentu "mendominasi" arah, corak, muatan materi dan metodologi kajian-kajian keislaman yang lain, seperti fikih, (al-ahwal al-syakhsyiyah, perbandingan mazdhab, jinayah-siyasah), ushul fiqh, filsafah (Islam), ulum al-tafsir, ulum al-hadist, teori dan praktik dakwah dan pendidikan Islam, bahkan sampai merembet pada persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ekonomi dan politik Islam. Lima fakultas di lingkungan IAIN1 (Adab, Dakwah, Syari'ah, Tarbiyah dan Ushuluddin) seluruhnya mengajarkan ilmu kalam dalam Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). Sedemikian kokohnya kedudukan ilmu kalam dalam studi-studi keislaman sehingga nyaris terlupakan sisi historisitas bangunan pola pikir, logika, metodologi dan sisitematika keilmuam kalam itu sendiri, yang pada gilirannya terlupakan pula agenda pengembangannya. Bagaimana sejarah perkembangan "teori-teori" ilmu kalam, model/tipe logika apa yang biasa digunakan oleh para penggunanya, faktor apa saja yang mendorong menguatnya pengaruh pendekatan kalam dalam keberagamaan Islam? Mengapa kemudian muncul ke permukaan pendekatan tasawuf menjadi counter terhadap model dan corak pendekatan kalam? Kritik terhadap model pendekatan kalam oleh ulama klasik begitu gencar, tetapi mengapa ia tetap bertahan kokoh seperti sediakala, bahkan belakangan terkesan "diproteksi" oleh berbagai kepentingan sosial-politik yang selalu mengelilinginya?
Pada era globalisasi agama dan budaya, umat Islam di seantero dunia secara alamiah harus bersentuhan dan bergaul dengan budaya dan agama orang lain. Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu dan lebih-lebih sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan -untuk tidak mengatakan tidak siap-ketika harus berhadapan dengan arus dan gelombang budaya baru ini. Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya tidak cukup kokoh menyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul, bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain dalam alam praksis sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Adanya jarak yang terlalu lebar antara "teori" dan "praksis" dalam kajian kalam, antara "idealitas" dan "relitas", antara "teks" dan "konteks", mendorong munculnya pertanyaan yang bersifat akademis: bagaimana hal demikian dapat dijelaskan? Mengapa materi ilmu kalam, lebih-lebih aspek metodologinya, tidak dapat dikembangkan sedemikian rupa --tidak seperti halnya yang terjadi pada disiplin-disiplin ilmu yang lain-sehingga diharapkan dapat memberi bekal yang cukup bagi konsumennya untuk mengarungi samudra kehidupan era baru era industri dan post industri? Mengapa seringkali timbul dalam diri umat Islam bahwa mereka adalah selalu minoritas, padahal dalam statistik mereka adalah mayoritas? Mengapa umat Islam mengalami disartikulasi politik meskipun mereka mayoritas? Adakah andil yang diduga dapat disumbangkan oleh ilmu kalam dalam konfliks etnik, ras, suku, dan agama?
Menurut pengamatan dalam penelitian Fazlur Rahman, salah satu penyebab tidak berkembangnya disiplin keilmuan kalam khususnya atau studi-studi keislaman pada umumnya, lebih dari segi materi maupun metodologi, adalah dipisahkannya dan dihindarinya pendekatan dan pemahaman filosofis dalam batang tubuh kerangka keilmuan kalam. Menurutnya, disiplin ilmu filsafat dan pendekatan filosofis pada umumnya sangat membantu untuk menerobos kemacetan, bahkan jalan buntu yang dihadapi oleh ilmu-ilmu apapun. Lebih lanjut dikatakan bahwa: "philosophy is, however, a perennial intellectual need and has to be allowed to flourish both for its own sake of other disciplines, since it inculcates a much-needed analytical-critical spirit and generates mew ideas that become important intellectual tools for other sciences not least for religion and theology. Therefore a people that deprives itself of philosophy necessarily exposes itself to starvation in terms of fresh ideas - in fact it commits intellectual suicide". Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut: "Bagaiamanapun juga filsafat adalah merupakan alat intelektual yang terus menerus diperlukan. Untuk itu, ia harus boleh berkembang secara alamiah, baik untuk pengembangan filsafat itu sendiri maupun untuk pengembangan disiplin-disiplin keilmuan yang lain. Hal demikian dapat dipahami, karena filsafat menanamkan kebiasaan dan melatih akal-pikiran untuk bersifat kritis-analitis dan mampu melahirkan ide-ide segar yang sangat dibutuhkan, sehingga dengan demikian ia menjadi alat intelektual yang sangat penting untuk ilmu-ilmu yang lain, tidak terkecuali agama dan teologi (kalam). Oleh karenanya, orang yang menjauhi filsafat dapat dipastikan akan mengalami kekurangan energi dan kelesuan darah -dalam arti kekurangan ide-ide segar-dan lebih dari itu, ia telah melakukan bunuh diri intelektual."2
Kelesuan berpikir dan berijtihad dalam bidang ilmu kalam bukannya hanya datang belakangan ini. Menurut penelitian Muhammad Abid al-Jabiri, hampir selama 400 tahun lebih, yakni dari tahun 150 sampai dengan 550 Hijriyyah, seluruh khazanah intelektual Muslim yang tertulis dalam bahasa Arab (kitab kuning), khususnya yang berbasis pada pemikiran kalam selalu menyerang dan memojokkan filsafat, baik sebagai pendekatan, metodologi maupun disiplin.3 Akibatnya dapat diduga, pendekatan dan pemahaman filosofis terhadap realitas keberagamaan pada umumnya, dan realitas keberagamaan Islam khusunya kurang begitu dikenal dan begitu berkembang dalam alam pikiran Muslim era kontemporer
1. Nama- nama lain dan Pengertian Ilmu Kalam
v Nama-nama lain ilmu kalam
Ilmu kalam mempunyai banyak nama, diantaranya : ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqih Al Akbar, dan teologi islam. Dinamakan ilmu ushuluddin dikarenakan ilmu ini membahas pokok-pokok ilmu agama, sedangkan disebut ilmu tauhid dikarenakan ilmu ini membahas ilmu keEsaan Allah SWT. Menurut Abu Hanifah ilmu ini disebut Fiqih Al Akbar dikarenakan ilmu ini membahas keyakinan atau pokok- pokok agama.
v Definisi-definisi Ilmu Kalam
Ada beberapa pendapat mengenai definisi Ilmu Kalam, diantaranya :
1) Al Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia hingga masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin islam.stessing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.
2) William L.Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning God (diskursus atau pemikiran tentang Tuhan)
3) Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi.
4) Gove menyatakan Teologi adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.
5) Ahmad Hanafi menyatakan, Ilmu Kalam menurut kitab risalah at tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya dan sifat-sifat Tuhan (Allah), dan Rasul-rasul-Nya.
2. Sumber-Sumber Ilmu Kalam
a) Al Qur’an
Sebagai sumber dari ilmu kalam, Al Qur’an banyak sekali menyinggung masalah ketuhanan, diantaranya :
Surat Al Ikhlas : 3-4, As Syura : 7, Al Furqan : 59, Al Fath : 10, At Thaha : 39, Ar Rahman : 27, An Nisa’ : 125, Luqman : 22, Ali Imran : 83, Al Anbiya’ : 92, dan Al Hajj : 78.
b) Hadis
Banyak sekali hadis yang menerangkan tentang ilmu kalam, semua itu berkaitan dengan perpecahan umat islam. Pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dengan melihat yang tersimpan dalam hati para sahabatnya. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa hadis-hadis seperti itu lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para sahabat dan umat Nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan.
c) Ijtihad (pemikiran manusia)
Sebelum filsafat yunani masuk dan berkembang di dunia islam, umat islam sendiri telah mengunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al Qur’an, terutama yang belum jelas maksudnya, maka butuh penggunaan rasio untuk mengetahuinya.
Adapun sumber-sumber ilmu kalam dari luar muslim dapat dikategorikan ke dalam dua kategori :
1. Pemikiran nonmuslim yang telah menjadi peradaban, lalu ditrasfer dan diasimilasikan dengan pemikiran islam.
2. Pemikiran-pemikiran nonmuslim yang bersifat akademis yang bersifat akademis, seperti filsafat (terutama dari Yunani), sejarah, dan sains.
d) Insting
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama.
3. Sejarah Munculnya Persoalan Ilmu Kalam
Menurut Harun Nasution, kemunculan pesoalan kalam dipicu persoalan-persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan usman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Dampak dari persoalan itu menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam, diantaranya :
- Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam artian telah keluar dari islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
- Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir.
- Aliran Mu’tazilah, tidak menerima kedua belah pihak diatas. Mereka mengambil posisi diantara mukmin dan kafir.
4. Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf
Persamaannya :
o Ilmu Kalam adalah ilmu ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya.
o Ilmu Filsafat adalah ilmu yang kajiannya adalah masalah ketuhanan dan segala alam.
o Sedangkan Ilmu Tasawuf adalah objek kajian ilmu ini adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
Jadi bisa diambil kesimpulan ketiganya sama-sama ilmu yang memelajari ketuhanan.
Titik perbedaan
o Kalam menggunakan logika dengan didasari dengan dalil-dalil naqliah, yang berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai apologinya dengan menggunakan dialog keagamaan.
o Berbeda dengan Ilmu Filsafat menggunakan metode rasional, maka filsafat juga disebut sebagai kebenaran korespondensi.
o Sedangkan tasawuf lebih menekankan pada rasa daripada rasio.
Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu tasawuf
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam, begitu juga ilmu kalam befungsi sebagai pengendali Ilmu Tasawuf, selain itu Ilmu Tasawauf juga sebagai pemberi kesadaran rohaniah.
5. Aliran-Aliran Ilmu Kalam
Macam-macam faham aliran Ilmu Kalam, diantaranya :
- Aliran Khawarij
Kata khawarij berasl dari kata Kharaja yang berarti keluar, muncul, dan memberontak, sedangkan secara terminologi ilmu kalam, khawarij adalah suatu aliran yang ikut kepada Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M.
Doktrin-doktrin pokoknya adalah :
· Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam
· Khalifah tidak harus dari keturunan Arab
· Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at islam
· Khalifah sebelum Ali adalah sah, akan tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya , usman bin Affan dianggap telah menyeleweng
· Muawiyah bin Amr bin Al-Ash serta Musa Al-Asy’ari juga dianggap telah menyeleweng
· Pasukan perang jamal dianggap telah kafir
· Seorang yang berdosa besar tidak lagi dianggapa seorang muslim
· Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
· Memalingkan ayat-ayat Al Qur’an yang mutasyabihat
· Qur’an adalah makhluk
· Manusia bebas memutudkan perbuatannya bukan dari Tuhan
- Aliran Murji’ah
Menurut bahasa Murjiah berasal dari kata irja dan arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan. Yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dosa dan rahmat dari Allah. Menurut terminologi murji’ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing kehari kiamat kelak.
Pandangan dari aliran Murji’ah ini terdapat beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut :
o Jahmiyah, adalah kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya yang berpandangan bahwa orang yang percaya kepada kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena imamn dan kufur itu bertempat pada hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia
o Shalihiyah, yaitu kelompok Abu Hasan Ash Shalihi yang berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan , sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan, sedangkan yang dimaksud ibadah adalah iman kepada Tuhan dan mengetahui-Nya
o Yunusiyah dan Ubaidiyah, mengatakan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang
o Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan adlah kambing ini” maka orang tersebut tetap mikmun, bukan kafir.
- Aliran Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Aliran Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkan kepada Allah.
Menurut As-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
ü Jabariyah Ekstrim
Pendapatnya adalah segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timnbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
ü Jabariyah Moderat
Jabariyah Moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, akan tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.
- Qadariyah
Qadariyah menurut bahasa adalah kemampuan atau kekuatan. Adapun menurut pandangan terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia adalah tidak diintervensi oleh Tuhan.
Doktrin-doktrin qadariyah menurut Harun Nasution bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Sedangkan faham Takdir dalam pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang dipakai bangsa arab saat itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam Al Quran adalah Sunnatullah
- Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri.
Golongan Mu’tazilah ini ada dua, yaitu :
o Golongan Mu’tazilah I, yaitu golongan Mu’tazilah yang muncul sebagai respon politik murni
o Golongan II, yaitu golongan Mu’tazialh yang muncul sebagai respon terhadap pesoalan teologis yang berkembang dikalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim.
Ada lima ajaran dasar Teologi Mu’tazilah, diantaranya :
ü At- Tauhid
Pengesaan Tuhan merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah. Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah menolak konsep Tuhan yang memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik Tuhan, dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala.
ü Al-Adl
Tuhan Maha Adil adalah sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena Tuhan Maha Sempurna, dan Dia sudah pasti Adil.
ü Al-Wad wa Al-Waid
Janji dan ancaman Tuhan ini maksudnya adalah barang siapa yang berbuat baik akan dibalas kebaikan juga oleh Allah, dan barang sipa yang berbuat jahat akan dibalas dengan siksa-Nya.
ü Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Ajaran ini dikenal dengan status orang beriman yang melakukan dosa dan belum bertaubat bukan lagi mukmin atau kafir, akan tetapi fasik.
ü Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an-Munkar
Ajaran yang terakhir ini adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemunkaran. Ajaran ini menekankan kepada kebenaran dan dan kebaikan, karena itu semua pangkal dari konsekuensi logis dari keimanan seseorang.
- Aliran Syi’ah
Syi’ah menurut bahasa adalah pengikut, pendukung, partai, atau kelompok. sedangkan menurut terminologi adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW, atau orang yang disebut sebagai Ahlu Al Bait. Diantara sekte-sekte syi’ah adalah :
o Syi’ah itsna Asyariyah
Dinamakan ini dikarenakan dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali berhak menjadi khalifah, bukan karena kecakapannya atau kemulian akhlaknya akan tetapi karena ia telah ditunjuk nas dan pantas menjadi khlifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
o Syi’ah sab’iyah
Para pengikut syi’ah sa’biyah ini percaya bahwa islam dibangun oleh tujuh pilar seperti yang dijelaskan Al-Qadhi An-Nu’man dalam Da’aim Al-Islam. Tujuh pilar tersebut adalah iman, taharah, shalat, saum, haji, dan jihad.
o Syi’ah Zaidiyah
Dinamakan Syi’ah Zaidiyah karena aliran ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putera keempat, Ali bin Zainal Abidin. Golongan ini mengembangkan imamah yang tipikal. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW, telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya saja. Jadi menurut golongan ini kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah sah menurut sudut islam. Meeka tidak merampas kekuasaan dari tangan Ali bin Abi Thalib.
o Syi’ah Ghulat
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghluw-ghuluw yang artinya bertambah dan naik. Jadi Syi’ah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah Ghulat adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari Muhammad.
- Aliran Salaf
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian ilmu kalam, diantaranya :
o Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama’ terdahulu. Salaf juga diartikan ulama-ulama yang shaleh yang hidup pada tiga abad pertama islam.
o As Syahrastani mengartikan salaf yaitu yang tidak menggunakan ta’wil dalam mengartikan ayat-ayat mutasyabihat
Ulama-ulama salaf yang terkenal adalah imam Ahmad bin Hanbali dan Ibnu Taimiyah,Karakteristik ulama salaf menurut Ibrahim Madzkur adalah sebagai berikut :
v Mereka lebih mendahulukan riwayat daripada dirayah
v Dalam persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang agama, mereka hanya bertolak dari penjelasan kitab dan assunah
v Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut dan tidak mempunyai faham anthropomorphisme
v Mereka memahami ayat-ayat al Qur’an sesuai dengan makna lahirnya, tidak berupaya menakwilkannya.
- Aliran Khalaf (Ahlussunah Wal Jama’ah)
Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad ketiga H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf, diantaranya tentang penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang seruoa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
a) Al Asy’ari
Tokohnya adalah Al Asy’ari, dengan nama lengkapnya adalah Al Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Al-Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875 M. ketika berusia lebih dari 40 tahun , ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324 H/935 M.
Doktrin-doktrin teologi Al-Asy’ari, diantaranya :
Ø Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat-sifat sebagaumana yang telah ada dalam Al Qur’an, akan tetapi sifatNya tidak sama dengan sifat Makhluk.
Ø Kebebasan dalam berkehendak
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah adalah kholik atau sang Pencipta perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya.
Ø Akal dan wahyu dan criteria baik dan buruk
Al-Asy’ari Berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan wahyu
Ø Qadimnya AlQur’an
Al-Asy’ari berpendapat bahwa AlQur’an adalah kalam Allah yang qadim (dahulu) dan tidak diciptakan
Ø Melihat Allah
Al-Asy’ari Berpendapat bahwa Allah dapat dilihat diakhirat akan tetapi tidak dapat digambarkan
Ø Keadilan
Al-Asy’ari Berpendapat bahwa makna adil untuk Allah bukan menghukum yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik saja, akan tetapi keadilan untuk seluruh umat manusia.
Ø Kedudukan orang berdosa
Al-Asy’ari Berpendapat bahwa orang mukmin yang berbuat dosa besar bukanlah orang yang kufur, alkan tetapi fasik.
b) Al Maturidi
Tokohnya adalah Abu Manshur Al Maturidi dilahirkan di Maturid dan sekarang disebut Uzbekistan. Kelahirannya diperkirakan tahun 3 Hijriyah dan ia wafat pada tahun 333 H/944 M. gurunya bernama Nasyr bin Yahya Al Balakhi yang wafat pada tahun 268 H.
Doktrin-doktrin teologi Al Maturidi, diantaranya :
v Akal dan wahyu
Dasar pemikirannya adalah akal yang diperkuat dengan wahyu
v Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya.
v Kekuasaan dan mutlak Tuhan
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan Tuhan berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
v Sifat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa sifat Tuhan adalah melekat pada dzat itu sendiri
v Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, dan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata kepala.
v Kalam Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa al Qur’an adalah kalam nafsi(sabda yang sebenarnya atau makna abstrak)
v Pengutusan Rasul
Al-Maturidi mengatakan bahwa akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetehui kewajiban-kewajiban. Jadi pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi.
v Pelaku dosa besar
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia yang berdosa besar asalkan ia tidak syirik tidak akan kekal di neraka, melainkan juga akan merasakan surga karena kebaikan yang pernah ia lakukan di dunia ini.
6. Studi Kritis Terhadap Ilmu Kalam
Ada tiga aspek kelemahan dalam Ilmu Kalam, yaitu :
- Aspek Episteomlogi
Yang dimaksud disini adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al Qur’an. Bahkan demi membela sudut pandang tertentu, penafsiran-penafsiran teologis umumnya telah mendekati Al Qur’an secara atomistik dan parsial serta terlepas dari konteks kesejarahan dan kesusastraannya. Pemaksaan gagasan asing ke dalam Al Qur’an juga merupakan gejala yang mewabah.
Berkaitan dengan kritik yang ditujukan kepada epistomologi ilmu kalam, M. Iqbal melihat adanya anomali (penyimpangan) lain yang melekat dalam litearatur ilmu kalam klasik.
- Aspek Ontologi
Ilmu Kalam Harus diakui bahwa diskursus aliran-aliran kalam yang ada hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia. Kalaupun tetap dpertahankan bahwa diskursus aliran kalam juga menyentuh persoalan kehidupan manusia, persoalan itu adalah sesuatu yang terjadi pada masa lampau.
- Aspek Askiologi
Kritikan yang dialamatkan pada aspek aksiologi ilmu kalam yang menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran. Muhammad Abduh mempunyai kesan yang hamper sam dengan pendahulunya. Dengan menyitir sebuah hadis, “tafakkaru fi khalqillahi…….”,ia beranggapan bahwa objek penelaahan dan penelitian akal pikiran manusia, pada dasarnya adalah sifat-sifat dasar dari segala fenomena yang ditemui dalam kehidupannya. Dari penelitian sifat dasar tersebut, akan ditemukan hukum-hukum sebab akibat yang melatarbelakanginya. Di luar wilayah itu, akal pikiran tidak dapat menembusnya.
7. Pemikiran Ilmu Kalam Ulama' Modern
- Jamaludin Al-Afgani dan Muhammad Abduh
Jamaluddin Al Afghani lahir di Asadabad 1254 H/ 1838 M. Madzhab yang dianut oleh Afgani adalah Hanafi. Meskipun ia mengikuti madzhab tertentu tetapi komitmennya terhadap Sunnah luar biasa. Ia juga konsisten terhadap pokok-pokok dan cabang dari madzhabnya, semangat beragamanya sebagaimana pengakuan orang-orang yang hidup pada masanya tak tertandingi. Pemikiran Afghani dan gaya hidupnya mempunyai beberapa karakteristik antara lain :
v Watak ruhiyyah yang bisa dilihat dari segala tindakan Afghani baik ketika mengucapkan kata-katanya atau ketika ia diam.
v Jiwa agamis yang melekat pada Afghani yang mewarnai semua ide-ide dan angan-angannya.
v Kesadaran Moral yang tinggi yang menguasai seluruh perbuatannya.
Afghani berusaha untuk menyemangati umat Islam untuk melakukan ijtihad dan tidak pasrah mengikuti pendapat orang tanpa mengetahui landasan dalil alias bertaklid buta. Afghani juga mengkritisi kaum fatalis yang tidak mau berjuang untuk mengusir penjajah dan hanya mengharapkan turunnya pertolongan Allah tanpa melakukan usaha dan ikhtiar. Afghani juga mengatakan bahwa tak ada orang islampun baik ia Sunni, Zaidiyyah, Ismailiyyah, Wahabi, atau Khawarij yang berfaham Jabriyyah ( fatalisme ), bahkan semua aliran tersebut berpendapat bahwa manusia diberikan kebebasan untuk melakukan perbuatannya dan inilah sebenarnya arti dari kebijaksanaan Tuhan dan keadilannya sehingga hanya orang yang beramal baik yang akan mendapat pahala surga dan orang yang beramal jahat yang akan mendapat siksa neraka. Tapi seorang muslim yang lurus menurut Afghani harus meyakini kebenaran qadla` dan qadar sebab iman kepada keduanya didasarkan pada nash yang qath`I dan sesuai dengan fitrah manusia
Syekh Muhammad Abduh yang mempunyai nama lengkap Muhammad bin abduh bin Hasan Khairullah dilahirkan di desa Mahallat Nashr kabupaten Al-buhairah, Mesir tahun 1849 M. Diantara pemikkiran-pemikiran kalam Muhammad Abduh yaitu: Membebaskan akal dan pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkemnbangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3 Hijriyah)sebelum timbul perpecahan; yaknimemahami langsung dari sumber pokoknya AL-Qur’an.
Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmidi kantor-kantor pemerintahmaupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
- Sayyid Ahmad Khan
Pemikiran Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan dengan Muhammad Abduh di mesir , setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al- Afghani dan setelah sekembalinya dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun dia sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan mempercayai adanya kebenaran dari Tuhan adalah wahyu, tetapi di berpendapat bahwa akal bukan segalanya bagi manusia dan kekuatan akal hanyalah terbatas yang sifatnya relative.
Dan menurut Ahmad Khan bahwasannya keyakinan, kekuatan dan kebebasan akal yang menjadikan manusia menjadi bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatab sesuai yang dia inginkan. Jadi pemikirannya itu mempunyai kesamaan dengan pemikiran Qodariyah, Contohnya manusia telah di anugrai oleh Allah berbagai macam daya, di antaranya adalah daya fakir yang berupa akal, dan daya fikir untuk merealisasikan kehendak yang di inginkannya. Dan barang siapa yang percaya terhadap hukum alam dan kuatnya mempertahankan konsep hukum alam ia di anggap sebagai orang yang kafir.
Umat Islam yang berdomisili di India mengalami kemerosotan dan kemunduran sebagai mana yangdi kemukakan oleh Ahmad Kahn yaitu di karenakan mereka tidak mengikuti perkembangan zaman yang sedang berlangsung mereka cenderung mengikuti pendahulu mereka, tetapi bahwasanya ia menentang keras dengan faham Taklid, sebagaimana yang dianut dalam faham Qodariyah. Dan juga sebab kemunduran Islam di India dikarenakan mereka terlena dengan gaung peradapan Islam klasik sehingga mereka tidak menyadari bahwa peradapan baru telah tumbuh dan bermunculan di Barat. Timbulnya peradapan serta kemajuan ini di dasari oleh Ilmu pengetahuan dan teknologi pada orang-orang Barat tersebut.
Khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat dan Nature (sunnatullah) bagi setiap mahkluk-Nya yangtetap dan tidak berubah. Menurutnya Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam dan Al-quran adalah firman-Nya. Maka sudah barang tentu sejalan dan tidak ada pertentangan. Dia tidak mau dalam suatu pemikirannya terganggu dan terbatasi oleh orentasi Hadist dan Fiqih, di karenakan segala sesuatu diukur dengan kritik rasional, serta menolak segala yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil Al-qur’an sebagai landasan dan pedoman Islam, sedang yang lainnya hanyalah membantu dan kurang begitu penting. Contohnya, atas penolakan Hadist dikarenakan berisi moralitas Masyarakat Islam pada abad pertama ataupun pada abad ke dua sewaktu Hadist dikumpulkan dan dikodifikasikan. Sedangkan hukum Fiqih menurutnya berisi tentang moralitas masyarakat sampai saat timbulnya mazhab – mazhab dan menolak taqlid. Sebagai konskuensi dari penolakan taqlid tersebut Khan memandang perlu sekali untuk di adakannya ijtihad – ijtihat baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran – ajaran Islam dengansituasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
- M. Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot tahun 1873 dan berasal dari kasta brahmana khasmir dari seorang ayah yang bernama Nur Muhammad yang yang menjadi guru pertamanya.
M.Iqbal lebih dikenal sebagai seorang filosof eksistensialis daripada seorang teolog, sehingga agak sulit untuk menemukan pandangannya mengenai wacana kalam, namun ia sering menyinggung beberapa aliran kalam yang pernah muncul dalam sejarah islam.Islam dalam pandangan Iqbal menolak konsep lama yang bersifat statis. Menurut dia Islam, mempertahankan konsep dinamis dan mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan social manusia. Menurutnya tujuan diturunkannya Al-qur’an adalah untukmembangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menerjemahkan nas-nas Al-Qur’an yang masih globaldalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika masyarakat yang selalu berubah.
Diantara pemikirannya dalam kalam yaitu tentang teologi, dia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan dan mendasarkan pada esensi tauhid. Dalam membuktikan eksistensi Tuhan Iqbal menolak kosmologis, ontologis maupun argument teleologis. Dalam setiap kuliahnya iqbal secara tegas menyatakan bahwa Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif, sedangkan tentang surga dan nerak adalah keadaan bukan tempat dan gambaran keduanya didalam Al-Qur’an adalah penampila-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya.
8. Pemikiran Ilmu Kalam Masa Kini
- Ismail al-Faruqi
Pemikiran kalam Ismail al Faruqi tertuang dalam karyanya yang berjudul Tauhid. Dalam karyanya ini beliau ini mengungkapkan bahwa syahadat menempati posisi sentral dalam kehidupan manusia baik dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia, dan takdir. Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi membaginya kedalam tiga identitas, yakni: pertama, menenentang etnisentrisme yakni tata sosial Islam adalah universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa kecuali dan tidak hanya untuk segelitir suku tertentu. Kedua, universalisme yakni Islam meliputi seluruh ummat manusia yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia. Ketiga totalisme, yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiuatan hidup manusia dalam artian Islam tidak hanya menyangkut aktivitas mnusia dan tujuan di masa mereka saja tetapi menyangkut aktivitas manusia disetiap masa dan tempat. Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang kretaivitas manusia, tidak juga menentang kenikmatan dan keindahan. Menurutnya Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhandan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.
- Hasan Hanafi
Dalam gagasannya tentang rekobstruksi teologi tradisiobal, Hanafi menegasjan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual kepercayaan sesuai dengan konteks politik yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa teologi tradisonal lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman yang bertujuan untuk memelihara kemurniannya. Hal ini berbeda dengan kenyataan sekarang bahwa Islam mengalami kekalahan akibat kolonialisasi sehingga perubahan kerangka konseptal lama pada masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik menuju kerangka konseptual yang baru yang berasal dari kebudayaan modern harus dilakukan.
Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial politik. Sehingga kritik teologi memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena sebagai produk pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik. Hal ini sesuai dengan pendefenisian beliaun tentang definisi teologi itu sendiri. Menurutnya teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Tuhan mengungkaplan diri dalam Sabda-Nya yang berupa wahyu.
Menurut Hasan Hanafi, teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah pandangan yang benar-benar hidup dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan kongkret umat manusia hal ini disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Sehingga menimbulkan keterpercahan antara keimanan teoritik dengan amal praktiknya dikalangan umat.
Sebagai konsekuensi atas pemikirannya yang menyatakan bahwa para ulama tradisional telah gagal dalam menyusun teologi yang modern, maka Hanafi mengajukan saran rekontruksi teologi. Adapaun langkah untuk melakukan rekonstruksi teologi sekurang-kurangnya dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu :
v Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengaj pertarungan globalisasi ideologi.
v Pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya tetapi juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi gerakan dalam sejarah.
v Keperingan teologi yang bersifat praktis yang secara nyata diwujudkan dalam realisasi tauhid dalam dunia Islam.
Selanjutnya Hanafi menawarkan dua hal untuk memperoleh kesempurnaan teori ilmu dalam teologi Islam, yaitu : Pertama, analisis bahasa, hal ini karena bahasa merupakan warisan nenek moyang yang merupakan tradisikhas yang seolah-olah menjadi ketentuan sejak dulu. Kedua, analisis sosial, hal ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis munculnya teologi di masa lalu.
- H.M Rasyidi
Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa tokoh seangkatannya. Tentang Ilmu kalam, ia membedakannya dengan teologi. Menurutnya teologi berarti ilmu ketuhanan yang kemudian mengandung beberapa aspek ajaran Kristen yang diluar kepercayaan sehingga teologi kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu Kalam. Tentang akal, beliau berpendapat bahwa akal tidak mampu mengatahui baik dan buruk, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya aliran eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme dalam filsafat barat. Dengan menganggap akal dapat mengetahui baik dan buruk berarti juga meremehkan ayat-ayat al Qur’an. Pemikiran H.M Rasydi ini sedikit banyaknya mengarah kepada pemikiran Al Maturdiyah yang banyak dianut di Indonesia
- Harun Nasution
Secara garis besar pemikiran mengarah kepada pemikiran Muktazillah yang menunut kepada peranan akal dalam kehidupan manusia. Dalam salah satu bukunya ia berpendapat bahwa akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya. Hal ini dasarkan ada kenyataan bahwa Islam memberikan kedudukan yang tinggi terhadap peranan akal dalam kehiduapn manusia untuk perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan keagamaan Islam.
Dalam hal pembaharuan teologi, ia sependapat dengan pandangan kaum modernis yang berpendapat bahwa perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang sejati untuk bangkit dari keterpurukan dan kemunduran ummat Islam di Indonesia. Hal ini dikarenakan ummat Islam yang lebih cenderung dengan teologi fatalistik, serta menyerahkan nasib telah membawa nasib mereka menuju kemunduran.
Dalam hal hubungan akal dan wahyu, sebagaimana pemikiran ulama Muktazillah terdahulu. Harun Nasution berpendapat bahwa akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al Qur’an. Oranga yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan. Dengan demikian kita tidaklah heran kalau Sirajudin Abbas berpendapat bahwa Kaum Muktazillah banyak mempergunakan akal dan lebih mengutamakan akal bukan mengutamakan Al Qur’an dan Hadist.
Dari keempat pemikiran sebagaimana disebutkan diatas setidaknya dapat kita pahami bahwa masing masing tokoh memang tidak dapat terlepaskan dari pemikiran kalam dimasa lalu. HM. Rasyidi misalnya pemikirannya lebih cenderung kepada pemikiran Ahlusunnah wal Jamaah atau al Maturidiytah yang dibangun oleh al Imam Asy’ari dan al Maturdi. Demikian juga dengan Harun Nasution dan Hasan Hanafi yang pemikirannya lebih cenderung kepada pemikiran Muktazilah dan Qadariyah yang lebih menekankan peranan akal dalam menghadapi realita takdir atau nasib dalam kehidupan di dunia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Rosihon Anwar, Mag dan Drs Abdul Rozak, M.Ag, Ilmu Kalam, Bandung, Pustaka Setia, 2003.
KH. Sirajudin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jama’ah, Jakarta, Pustaka Tarbiyah. 1978.
http://id.wikipedia.org/wiki/HM Rasjidi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar