PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna diantara makhluk ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain yang diantaranya banyak memperoleh keistimewaan salah satunya dicitakan akal dan struktur tubuh yang begitu lengkap dan tidak ada satu kekurangan apapun. Sebagai manusia yang berakal dan mempunyai hati nurai untuk tidak melakukan hal yang tidak baik maka Allahpun juga memerintahkan selayaknya manusia haruslah berpendidikan, mencari ilmu agar apa yang dijalani sesuai dengan petunjuk Allah.
Pendidikan adalah merupakan hal yang sangat penting dalam kemajuan manusia. Menurut M.J. Langeveld ; “Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan”. Kegiatan pendidikan pada umunya elalu terkait akan dua hal yaitu, pendidik dan peserta didik. Keterlibatan dua belah tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (Human interaction). Hubungan interaksi itu akan serasi jika jelas kedudukan masing-masingkedua belah pihak secara profesional, yaitu hadir sebagai subjek dan objek yang memiliki hak dan kewajiban. Tahziduhu Ndraha menambahkan bahwa proses belajar mengajar terlibat empat pihak yaitu 1) pihak yang berusaha belajar mengajar 2) pihak yang berusaha belajar 3) pihak yang merupakan sumber pelajaran 4) pihak yang berkepentingan atas hasil (out come) proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar-mengajar, pedidik memiliki peran utama dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksankannya, yakni memberikan pengetahuan (cognetive), sikap dan nilai (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Dengan kata lain tugas dan peran pendidik yang utama teletak dibidang pengajaran. Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu seorang pendidik dituntut untuk dapat mengelola (manajemen) kelas, pengunaan metode pengajar, srategi mengajar, maupun sikap dan karakteristik pendidik dalam mengelola proses belajarbelajar mengajaryang efektif, mengembangkan bahan pengajaran dengan baik dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Ketidak pahaman terhadap hakikat metode maka si pendidik tidak bijaksana dalam memilih dan menggunakan metode. Singkatya kualitas pendidikan sangat dipengaruhi kualitas pendidiknya. Menjadi seorang pendidik adalah pekerjaan yang mulia, sebab dari pendidiklah segala peradaban dimulai dan mengalami perkembangannya yang sangat pesat. Namun, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat yang menuntut adanya peningkatan profesionalisme guru, maka profesi tersebut tentu harus direkontruksi dan direka ulang agar tidak seperti sekarang ini. salahnya pemahaman seorang pendidik terhadap dirinya memungkinkan si pendidik tidak mampu secara baik memerankan diri sebagai pendidik dan tidak mampu memenuhi kualifikasi sebagai pendidik.
Pendidik seharusnya digugu dan ditiru, beberapa kasus banyak kita temukan perbuatan asusila dilakukan oleh pendidik yang seharusnya tidak terjadi. Problem-problem yang terjadi dikarenakan adanya problem filosofis yang tidak tertanam dalam diri eorang pendidik. Untuk mengatasi problem ini maka kajian tentang pendidik dan pengajaran sangat penting dilakukan. Pembahasan diharapkan akan mampu memecahkan problem filosofis seputar pendidik, metode serta operasionalnya.
A. Konsep Islam tentang Fitrah
Dasar-Dasar Kebutuhan Anak Untuk Memperoleh Pendidikan
Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati dapat dimengerti dari kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini.
Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati dapat dimengerti dari kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini.
Rasulullah SAW bersabda:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍإِلاَّيُوْلَدُعَلَىاْلفِطْرَةِفَأَبَوَاهُ يُهُوِّدَانِهِ أَوْيُمَجِّسَانِهِ كَمَاتَنْتَحُ البَهِيْمَةُ جَمْعَاءُهَلْ تُحِسُّوْنَ مِنْ جَدْعَاءَ ,ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْهُرَيْرَةَ, وَاقْرَءُوْاإِنْ شِئْتُمْ فِطْرَةَاللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَالاَتَبْدِيْلَ لَخَلْقِ اللهِ ذلِكَ الدِّيْنُ اْلقَيِّمُ (رواه مسلم )
Artinya:
“Tiadalah seorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka akibat kedua orang tuanyalah yang me-Yahudikan atau men-Nasranikannya atau me-Majusikannya. Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna, apakah kamu lihat binatang itu tiada berhidung dan bertelinga? Kemudian Abi Hurairah berkata, apabila kau mau bacalah lazimilah fitrah Allah yang telah Allah ciptakan kepada manusia di atas fitrahNya. Tiada penggantian terhadap ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus (Islam).”
“Tiadalah seorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka akibat kedua orang tuanyalah yang me-Yahudikan atau men-Nasranikannya atau me-Majusikannya. Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna, apakah kamu lihat binatang itu tiada berhidung dan bertelinga? Kemudian Abi Hurairah berkata, apabila kau mau bacalah lazimilah fitrah Allah yang telah Allah ciptakan kepada manusia di atas fitrahNya. Tiada penggantian terhadap ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus (Islam).”
(H.R Muslim)
Allah berfirman dalam surat An-Nahl yang Artinya:
“Tuhan itu melahirkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun.” (QS. An Nahl:78)
“Tuhan itu melahirkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun.” (QS. An Nahl:78)
Dari Hadits dan ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu untuk dapat menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah harus mendapatkan pendidikan. Dalam hal ini keharusan mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut.
- Aspek Paedagogis
Dalam aspek ini para ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum: makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataanya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik. Sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dressur, artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah.
Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya mereka dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang dimilikinya.
Rasulullah SAW bersabdayang Artinya: ”Kewajiban orang tua kepada anaknya adalah memberi nama yang baik, mendidik sopan santun dan mengajari tulis menulis, renang, memanah, membri makan dengan makanan yang baik serta mengawinkannya apabila iia telah mencapai dewasa.”(HR. Hakim)
Islam mengajarkan bahwa anak itu membawa berbagai potensi yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia yang secara fisik-fisik dan mental memadai
- Aspek Sosiologis dan Kultural
Menurut ahli sosiologi pada prinsipnya, manusia adalah homosocius, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau memiliki gazirah (instink) untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makluk sosial manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responsibility) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan saling pengaruh mempengaruhi antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka.
Allah berfirman yang Artinya: “Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…”(QS. Ali Imran: 112)
Apabila manusia sebagai makluk sosial itu berkembang, maka berarti pula manusia itu adalah makhluk yng berkebudayaan, baik moral maupun material. Diantara instink manusia adalah adanya kecenderungan mempertahankan segala apa yang dimilikinya termasuk kebudayaannya. Oleh karena itu maka manusia perlu melakukan transformasi dan transmisi (pemindahan dan penyaluran serta pengoperan) kebudayaannya kepada generasi yang akan menggantikan dikemudian hari.
- Aspek Tauhid
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia itu adalah makhluk yang berketuhanan yang menurut istilah ahli disebut homo divinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut dengan homo religious artinya makhluk yang beragama. Adapun kemampuan dasar yang meyebabkan manusia menjadi makhluk yang berketuhanan atau beragama adalah karena di dalam jiwa manusia terdapat instink yang disebut instink religious atau gazirah diniyah (instink percaya kepada agama). Itu sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan instink religious dan gazirah diniyah tersebut tidak akan mungkin dapat berkembang secara wajar. Dengan demikian pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan instink religious atau gazirah Diniyah tersbut.
Selanjutnya apabila diperhatikan dan diperbandingkan secara teliti orang-orang dewasa dilingkungan kita ternyata kita saksikan adanya orang pandai yang bodoh, ada yang terampil dan ada yang malas, ada yang berbudi pekerti luhur dan yang rendah budi pekertinya, ada yang mengakui adanya Tuhan serta mengagungkan-Nya dan menyembah-Nya; ada yang tidak mengakui adanya Tuhan membangkan bahkan mengkhianati-Nya. Di samping adanya dua kutub yang berbeda teresebut tentunya ada pula yang sedang, yang kurang dari sedang atau yang lebih daripada sedang. Tetapi yang jelas anak wajib dibawa kepada pihak yang baik dan luhur, dijauhkan dari hal-hal yang buruk dan hina. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa mendidik anak adalah merupakan suatu hal yang mutlak dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Apabila pendidikan tidak ada, maka kemungkinan besar anak-anak akan berkembang ke arah yang tidak baik/buruk, seperti tidak mengakui Tuhan, budi pekertinya rendah, bodoh dan malas bekerja.
Keharusan adanya pendidikan bagi anak tersebut akan lebih nyata apabila mengamati kemampuan /perkembangan anak sesudah dialahirkan oleh ibunya sampai mencapai kedewasaannya dan kita bandingkan pula dengan anak hewan, anak manusia atau bayi lahir, badannya lemah sekali. Keaktifan perbuatan instink lemah sedikit sekali, ia hanya ia dapat menggerakan kaki dan tangannya, menangis dan sebentar lagi menetek. Keaktifan lain yang sudah siap sedia sebagai bekal hidupnya tidak tampak pada waktu ia lahir. Apabila sejak dilahirkan itu dibiarkan saja, tidak dirawat oleh ibunya atau orang lain, maka ia tidak dapat hidup. Selanjutnya sesudah ia dapat hidup perkembangan jasmaninya terlihat lambat sekali terutama bila dibandingkan dengan perkembangan badan anak hewan. Baru sesudah ia berumur + 1 tahun, anak itu dapat berjaan, sekalipun demikian bentuk badannya belum sama dengan badan orang dewasa.
Keharusan adanya pendidikan bagi anak tersebut akan lebih nyata apabila mengamati kemampuan /perkembangan anak sesudah dialahirkan oleh ibunya sampai mencapai kedewasaannya dan kita bandingkan pula dengan anak hewan, anak manusia atau bayi lahir, badannya lemah sekali. Keaktifan perbuatan instink lemah sedikit sekali, ia hanya ia dapat menggerakan kaki dan tangannya, menangis dan sebentar lagi menetek. Keaktifan lain yang sudah siap sedia sebagai bekal hidupnya tidak tampak pada waktu ia lahir. Apabila sejak dilahirkan itu dibiarkan saja, tidak dirawat oleh ibunya atau orang lain, maka ia tidak dapat hidup. Selanjutnya sesudah ia dapat hidup perkembangan jasmaninya terlihat lambat sekali terutama bila dibandingkan dengan perkembangan badan anak hewan. Baru sesudah ia berumur + 1 tahun, anak itu dapat berjaan, sekalipun demikian bentuk badannya belum sama dengan badan orang dewasa.
Perbedaan dalam bidang kerohanian termasuk di dalam moral dan etika antara anak dengan orang dewasa lebih lanjut, begitupula kepandaian pengetahuan, aktifan dan kemampuan yang lainnya. Bahwa setiap orang dewasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara sendiri-sendiri seperti bercocok tanam, berdagang, menukang, mengabdikan tenaga jasmani serta rohaninya kepada orang lain baik secara resmi/Pemerintah atau melalui badan swasta dan lain-lain. Untuk kesemuanya itu sangat dibutuhkan adanya kemampuan, kecakapan dan keaktifan serta pengetahuan yang beraneka ragam sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masa atau lingkungannya
Untuk mendapatkan pengetahuan, kecakapan, keprigelan dan kemampuan tersebut anak perlu mendapatkan pendidikan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atau pendidik. Berbeda dengan anak hewan, begitu ia lahir, induk dapat membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang untuk memenuhi tugasnya sebagai hewan dewasa, karena hewan umumnya sudah diberi kelengkapan yang sudah memungkinkan untuk mencapai kedewasaan, yaitu instink yang dimilikinya.
Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun perimbangan bagian-bagiannya. Dalam segi rohaniah anak mempunyai bakat-bakat yang harus dikembangakan. Ia juga mempunyai kehendak, perasaan dan pikiran yang belum matang. Dismping itu ia mempunyai berbagai kebutuhan seperti kebutuhan akan pemeliharaan jasmani; makan, minum, dan pakain; kebutuhan akan kesempatan berkembang bermain-main, berolah raga dan sebagainya. Selain dari pada itu anak juga mempunyai kebutuhan rohaniah seperti kebutuhan akan ilmu pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan pengertian nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan, kebutuhan akan kasih sayang dan lain-lain. Pendidikan Islam harus membimbing, menuntun, serta memenuhi kebutuhan – kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang tersebut di atas.
Menurut Al-Ghazali, bahwa anak adalah amanah Allah dan harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah. Semuanya yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum berbentuk tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. Maka ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada kedua orang tuanya, tampak sekali. Maka ketergantungan ini hendaknya dikurangi serta bertahap sampai akil balig.
B. Pendidikan Islam Seumur Hidup
Dalam GBHN termaktub: “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”. Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya. Sementara itu masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya”, tetapi hanya sebagian dari waktu belajar yang berlangsung sepanjang hidup.
Drs H Fuad Ihsan (1996:44-45) dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran --ditinjau dari beberapa aspek-- tentang urgensi pendidikan seumur hidup, antara lain: Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan menambah keterampilannya. pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang paling efektif untuk dapat keluar dari “Lingkungan Setan Kemelaratan” akibat kebodohan. pendidikan seumur hidup akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup di lingkungan yang menyenangkan-sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik anak-anak secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.
Aspek sosiologis, di negara berkembang banyak orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya, ada yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan problem solving terhadap fenomena tersebut. Aspek politis, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-hak pada negara demokrasi.
Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana, teknisi dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan pedagogis, sejalan dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan, tidak mungkin lagi dapat diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan sekolah hanya mengajarkan kepada peserta didik tentang metode belajar, menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan mengembangkan daya adaptasi. Untuk menerapkan pendidikan seumur hidup perlu diciptakan suasana yang kondusif.
Tidak ada istilah “tua” untuk belajar, never old to leam. Konsekuensi doa yang kita panjatkan harus sejalan dengan amaliyah nyata melalui kegiatan belajar yang terus-menerus. Nabi Muhammad SAW sekalipun telah mencapai puncak, masih tetap juga diperintahkan untuk selalu memohon (berdoa) sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (M Quraish Shihab, 1999:178). Bukankah Allah Ta’ala telah menyatakan: Dan orang-orang yang berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami (QS al-’Ankabut, 29:69).
Siapapun yang punya suatu cita-cita dan ia bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya maka pasti akan ia dapatkan. Siapapun yang terus menerus mengetuk pintu untuk mencapai yang dicita-citakan maka pasti akan terbuka. Apa pun yang kamu inginkan bergabung kepada seberapa besar keinginanmu itu (Az-Zarmuji, 1994:29): Bi qadri ma ta’tani tanalu ma tatamanna.
Walaupun secara formal kita telah menyelesaikan pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3) bukan berarti selesailah tugas belajar. Demikian juga seorang guru atau dosen tidak boleh merasa cukup dengan kemampuan yang dimiliki: “masih banyak yang belum kita ketahui”. Bukankah Imam al-Ghazali (1058-1111 M) --penulis buku Ilya ‘Ulum al-Din, dikenal dengan hujjah al-Islam-- pernah mengatakan: Kulllama izdada ‘ilmi izdada jahli, setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku.
Orang-orang yang banyak belajar akan semakin membuka mata kepala (‘ain al-bashar) dan mata hati (‘ain al-bashirah) untuk semakin tunduk, patuh dan taat kepada manhaj Rabbani. Untuk itu kita harus banyak membaca, karena membaca sebagai kunci untuk membuka “gudang ilmu-pengetahuan”, yaitu buku.
Dalam Islam, landasan pendidikan seumur hidup terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan hadis Rasul, antara lain "Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi, serta pertukaran malam dan siang, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mempunyai (mempergunakan) akalnya". (QS. Ali Imran: 190). Dan pepatah arab "Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat".
Kesadaran akan pentingnya pendidikan seumur hidup menjadi mendalam dengan adanya sejumlah firman Allah SWT dan hadis Nabi Muhammad yang mendasarinya. Persoalannya, tinggal bagaimana menjabarkan dan mengimplementasikannya
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafii Maarif, 1996, Keutuhan dan Kebersamaan dalam Pengelolaan Pendidikan Sebagai Wawasan Pendidikan Muhammadiyah, Makalah pada Rakernas Pendidikan Muhammadiyah di Pondok Gede, Jakarta. .
Hifni Muchtar, 1992, Fakta dan Cita-Cita Sistem Pendidikan Islam di Indonesia, UNUSIA No. 12 Th. XIII, UII, Yogyakarta.
Muslih Usa, 1991, Pendidikan Islam di Indonesia, Antara Cita dan Fakta [Suatu Pengantar], Tiara Wacana, Yogyakarta.
Suyata, 1992, Penataan Kembali Pendidikan Islam pada Era Kemajuan Ilmu dan Teknologi, UNISIA No. 12 Th. XIII, UII, Yogyakarta.
H.A.R. Tilaar, 1991, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif Bagi Pembangunan Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila, Makalah Utama Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar